Pada awalnya, Talhah ibn Ubaidillah merupakan seorang peniaga kain yang berasal dari Makkah. Kerap berniaga dan membawa barangan berharga di Syria. Ibunya bernama Sa'abah binti al-Hadrami.
Pengislamannya
Talhah ibn Ubaidullah memeluk Islam setelah berjumpa dengan seorang pendeta Nasrani ketika berniaga di Busra. Ketahanannya diuji dengan seksaan yang diterima oleh beliau dan Abu Bakar ketika di Makkah. Beliau telah didera oleh ibunya sendiri dan 5 orang yang telah diupah oleh emak nya sendiri kerana beliau memeluk Islam. Beliau sanggup meninggal kan harta nya yang banyak untuk memeluk islam.
Kelebihan Beliau
Rasullah menggelarkan beliau sebagai "Syahid yang hidup" kerana keadaan fizikalnya ketika itu yang sudah cedera akibat terlibat dengan banyak pertempuran bersama baginda. Hadis Nabi berkenaan kehebatan beliau:
"Barangsiapa yang ingin melihat syahid yang sedang berjalan di muka bumi ini, lihatlah pada Talhah ibn Ubaidillah"
Jasa dan Perjuangannya
Talhah bin Ubaidillah berpergian dengan sebuah kafilah Quraisy berniaga ke Syam. Setibanya di Bushra, para pedagang Quraisy masuk ke pasar yang ramai hendak berjual beli. Lain halnya pula dengan Talhah yang ketika itu muda usia nya, pengetahuan dan pengalamannya mengenai perdagangan tidak seperti para pedagang yang tua-tua. Tetapi pemuda itu pintar dan cerdik, sehingga memungkinkannya untuk berlumba dengan mereka yang tua dan berpengalaman memperoleh keuntungan dalam berdagang.
Ketika mereka sedang berada dalam pasar yang ramai dengan para pengunjung dari segala tempat, Talhah mengalami suatu peristiwa yang mengubah jalan hidupnya secara menyeluruh. Marilah kita dengarkan Talhah mengisahkan riwayat hidupnya sendiri.
Kata Talhah, “Ketika kami berada di pasar Bushra, tiba-tiba seorang pendeta berseru: “Perhatian! Perhatian bagi kaum pedagang! Adakah di antara tuan-tuan yang berasal dari kota Makkah?”
Kebetulan aku berdiri tidak jauh dari pendeta tersebut. Lalu kuhampiri dia seraya berkata, “Ya, aku penduduk Makkah!”
'Sudah munculkah di tengah-tengah kalian orang yang bernama Ahmad?” tanya pendeta kepadaku.
“Ahmad yang mana?” jawabku balik bertanya
“Ahmad Ibnu 'Abdullah bin 'Abdul Muththalib. Bulan ini dia pasti muncul. Dia adalah Nabi penutup. Dan dia akan keluar (hijrah dan mengungsi) dari negerimu Tanah Haram, pindah ke negeri berbatu-batu hitam, banyak pohon kurma, negeri yang subur makmur memancarkan air dan garam. Sebaiknya Anda segera menemuinya, hai pemuda!” kata pendeta itu menjelaskan.
Berita yang kuterima dari pendeta itu tertanam ke dalam hatiku. Lalu kuambil unta, dan aku segera pulang kembali ke Makkah. Kafilah aku tinggalkan di belakang, sampai di Makkah, aku bertanya kepada keluargaku. “Adakah suatu peristiwa yang terjadi di Makkah sepeninggalku?”
“Ada! jawab mereka. Muhammad bin 'Abdullah mengatakan dia Nabi. Putera Abu Quhafah (Abu Bakar Shiddiq) percaya dan mengikuti apa yang dikatakannya.”
Kata Talhah, “Ya, aku kenal Abu Bakar. Dia seorang yang lapang dada, penyayang dan lemah lembut. Dia pedagang yang berbudi tinggi dan berpendirian lurus. Kami berteman baik dengan dia, dan menyukai majlisnya karena dia ahli sejarah Quraisy dan silsilah keturunan suku itu.” Aku pergi menemui Abu Bakar dan bertanya kepadanya, “Betulkah berita mengenai Muhammad bin 'Abdullah, bahwa dia diangkat Nabi, dan Anda menjadi pengikutnya?”
“Betul!” jawab Abu Bakar.
Lalu diceritakannya kepadaku kisah Muhammad menjadi Nabi dan Rasul (sejak peristiwa di gua Hira', sampai turunnya ayat pertama). Kemudian diajaknya aku masuk agama baru itu. Sebaliknya aku ceritakan pula kepadanya peristiwa pertemuanku dengan pendeta Bushra, dan berita yang disampaikannya kepadaku.
Abu Bakar tercengang mendengar ceritaku. Lalu katanya, “Marilah kita pergi menemui Muhammad. Ceritakan kepadanya peristiwa yang engkau alami dengan pendeta Bushra itu, dan dengarlah pula apa yang dikatakan Muhammad tentang agama yang dibawanya, supaya engkau tahu dan memasukinya.”
"Aku pergi bersama Abu Bakar menemui Muhammad, Setelah bertemu dengannya, dia menjelaskan tentang Islam dan membacakan beberapa ayat Al-Quran kepadaku. Kemudian digembirakannya aku dengan kebaikan dunia dan akhirat." kata Thalhah melanjutkan ceritanya.
Dadaku terasa lapang untuk menerima Islam. Aku ceritakan pula kepadanya pertemuanku dengan pendeta di Bushra. Beliau sangat gembira mendengar ceritaku, sehingga kegembiraan itu terpancar jelas di wajahnya. Kemudian aku mengucapkan syahadat di hadapannya, tidak ada Tuhan selain Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah. Dengan syahadatku itu, maka aku tercatat sebagai orang keempat yang menyatakan Islam di hadapan Abu Bakar.
Peristiwa masuknya pemuda Quraisy ini ke dalam Islam, tak ubahnya bagaikan petir menyambar keluarganya. Mereka mengeluh, gelisah dan berkeluh kesah. Dan yang paling sedih ialah ibu Thalhah sendiri. Ibunya mengharapkan Thalhah menjadi pemimpin bagi kaumnya, karena si ibu telah melihat bakat yang terkandung dalam pribadi anaknya, tinggi dan mulia.
Orang-orang sepersukuan dengan Talhah berusaha keras mengembalikannya ke dalam agama nenek moyang mereka, agama berhala. tetapi mereka tidak berhasil, karena pendirian Thalhah amat kokoh dan kuat, bagaikan gunung karang yang terhunjam dalam perut bumi, tak dapat digoyahkan sedikit jua. Setelah mereka putus asa membujuk Talhah dengan cara lemah lembut, akhirnya mereka bertindak kasar dengan menyeksa dan menyakitinya.
Mas'ud bin Kharasy bercerita, “Pada suatu hari, ketika aku sa'i antara Shafa dan Marwa, aku melihat sekelompok orang menggiring seorang pemuda dengan tangan terbelenggu ke kuduknya. Orang banyak itu berlari-lari di belakang pemuda tersebut, sambil mendorongnya, memecut dan memukuli kepalanya. Bersama orang banyak itu terdapat seorang wanita lanjut usia, meneriaki si pemuda dengan caci makian."
Aku bertanya, “Mengapa pemuda itu?”
Jawab mereka, “Pemuda itu Talhah bin Ubaidillah. Dia keluar dari kepercayaan nenek moyang, lalu mengikuti Muhammad anak Bani Hasyim.”
Tanyaku, “Siapa wanita tua itu?”
Jawab mereka, “Ash Sha'bah binti Al Hadhramy, ibu kandung pemuda itu!”
Kemudian, Naufal bin Khuwalid yang dijuluki sebagai “Asadul Quraisy” (Singa Quraisy), berdiri di hadapan Thalhah dan mengikatnya dengan tali. Kemudian diikatnya pula Abu Bakar Shiddiq. Sesudah itu, kedua-duanya disatukannya, lalu diserahkannya kepada para jagoan dan tukang pukul kota Makkah, untuk disiksa sesuka hati mereka. Maka sejak itu, Thalhah dan Abu Bakar digelari orang “Al Qarinain” (Sepasang sahabat yang terikat).
Hari demi hari berjalan terus. Satu peristiwa dan peristiwa yang lain sambung-menyambung. Talhah bin Ubaidillah semakin hari semakin dewasa. Cabaran-cabaran yang dialaminya kerana mempertaruhkan agama Allah dan Rasul-Nya tambah meningkat dan semakin besar pula. Tetapi bakti dan perjuangan Talhah menegakkan agama Islam dan membela kaum muslimin semakin tumbuh dan tambah meluas. Sehingga kaum muslimin menggelarinya “Asy Syahidul Hayy” (Syahid yang hidup), dan Rasulullah menjulukinya dengan “Thalhah Al Khair” (Thalhah yang baik), atau “Thalhah Al Jaud” (Thalhah yang pemurah), dan “Thalhah Al Fayyadh” (Thalhah yang dermawan).
Setiap nama gelaran itu mempunyai latar belakang kisah sendiri-sendiri, yang masing-masing tidak kalah penting dari yang lain. Adapun nama geelaran “Asy Syahid Hayy” (Syahid yang hidup), diperolehnya dalam perang Uhud. Ketika barisan kaum muslimin terpecah belah dan kucar-kacir dari samping Rasulullah, perajurit muslim yang tinggal di dekat beliau hanya sebelas orang Anshar dan Talhah bin Ubaidillah dari kaum Muhajirin. Rasulullah dan orang-orang yang mengawal beliau naik ke sebuah bukit, tetapi beliau dihadang oleh ratusan kaum musyrikin yang hendak membunuhnya.
Maka bersabda Rasulullah, “Siapa yang berani melawan mereka, maka dia menjadi temanku kelak di syurga.”
“Saya, ya Rasulullah!" kata Thalhah.
“Tidak! Jangan engkau! Engkau harus tetap di tempatmu!" Rasulullah memerintahkan.
“Saya, ya Rasulullah!" kata seorang sahabat Anshar.
“Ya! Engkau!” kata Rasulullah.
Perajurit Anshar itu maju melawan perajurit musyrikin, sehingga perajurit Anshar gugur karena membela nabinya. Rasulullah terus naik, tetapi dihadang pula oleh tentara musyrikin. Kata Rasulullah, “Siapa yang berani melawan mereka ini?”
“Saya, ya Rasulullah!" kata Talhah mendahului yang lain-lain.
“Tidak! Jangan engkau! Engkau tetap di tempatmu!" kata Rasulullah memerintah.
“Saya, ya Rasulullah!” kata seorang perajurit Anshar.
“Ya! Engkau! Maju!” kata Rasulullah.
Perajurit Anshar itu maju melawan tentara musyrikin, sehingga dia gugur pula. Demikianlah seterusnya, setiap Rasulullah meminta pahlawannya untuk melawan tentara musyrikin, Talhah selalu memajukan diri, tetapi senantiasa ditahan oleh Rasulullah dan diperintahkannya tetap di tempat, dan memberi peluang perajurit Anshar, sehingga sebelas orang perajurit Anshar gugur semuanya menemui syahid. Maka tinggallah Talhah seorang.
Kata Rasulullah kepada Talhah, “Sekarang engkau, hai Talhah!”
Dalam perang itu, Rasulullah mengalami patah taring kening dan bibirnya luka, sehingga darah mengucur di muka beliau, dan beliau kepayahan. Karena itu Talhah menerkam musuhnya dan menghalau mereka sekuat tenaga, supaya mereka tidak dapat menghampiri Rasulullah. Kemudian Talhah kembali ke dekat Rasulullah, lalu dinaikkannya beliau sedikit ke bukit, dan disandarkannya ke tebing. Sesudah itu kembali menyerang musuh, sehingga dia berhasil menyingkirkan mereka dari Rasulullah.
Kata Abu Bakar, “Saya dan Abu Ubaidillah bin Jarah ketika sedang berada agak jauh dari Rasulullah. Setelah kami tiba untuk membantu, beliau berkata, “Tinggalkan aku! Bantulah Talhah, kawan kalian!” Kami dapati Talhah berlumuran darah, yang mengalir dari seluruh tubuhnya. Di tubuhnya terdapat 79 luka bekas tebasan pedang, atau tusukan lembing, dan lemparan panah. Pergelangan tangannya putus sebelah, dan dia terbaring di tanah dalam keadaan pengsan.”
Rasulullah bersabda sesudah itu mengenai Talhah, “Siapa yang ingin melihat orang berjalan di muka bumi sesudah mengalami kematiannya, maka lihatlah Talhah bin Ubaidillah!” Bila orang membicarakan perang Uhud di hadapan Abu Bakar Shiddiq, maka Abu Bakar berkata, “Perang hari itu adalah peperangan Talhah keseluruhannya.”
Talhah adalah pedagang besar. Pada suatu hari dia mendapat untung dari Hadhramaut kira-kira 700 000 dirham. Malamnya dia ketakutan, gelisah dan risau. Maka ditanya oleh istrerinya Ummu Kaltsum binti Abu Bakar Shiddiq, “Mengapa kamu gelisah, hai Abu Muhammad, apa kesalahan kami sehingga kamu gelisah?”
Jawab Talhah, “Tidak! Engkau adalah isteri yang baik dan setia! Tetapi ada yang terfikir olehku sejak semalam, seperti biasanya pikiran seseorang tertuju kepada Tuhannya bila dia tidur, sedangkan harta ini bertumpuk di rumahnya.”
Jawab isterinya, Ummu Kalthum, “Mengapa kamu begitu risau memikirkannya. Bukankah kaum kamu banyak yang memelurkan pertolongan kamu. Besok pagi bagi-bagikan wang itu kepada mereka.”
Kata Talhah, “Rahimakillah. (Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadamu!). Engkau wanita beroleh taufiq, anak orang yang selalu diberi taufiq oleh Allah.” Pagi-pagi, dimasukkannya wang itu ke dalam pundi-pundi besar dan kecil, lalu dibagi-bagikannya kepada fakir miskin kaum Muhajirin dan kaum Anshar.
Diceritakanya pula, seorang laki-laki pernah datang kepada Talhah bin Ubaidillah meminta bantuannya. Hati Talhah tergugah oleh rasa kasihan terhadap orang itu. Lalu katanya, “Aku mempunyai sebidang tanah pemberian Uthman bin 'Affan kepadaku, seharga 300000. Jika engkau suka, ambilah tanah itu, atau aku beli kepadamu tiga ratus ribu dirham.”
Kata orang itu, “Biarlah aku terima wangnya saja.” Talhah memberikan kepadanya wang sejumlah 300000.
Sewaktu terjadi Perang Jamal, Talhah bertemu dengan Saidina Ali ra dan Saidina Ali memperingatkan agar beliau mundur ke barisan paling belakang. Sebuah panah mengenai betisnya, maka beliau segera dipindahkan ke Basrah dan tidak berapa lama kemudian karena lukanya yang cukup dalam beliau pun wafat. Talhah wafat pada usia 60 tahun dan dikubur di suatu tempat dekat padang rumput di Basrah.
Rasulullah pernah berkata kepada para sahabat radhiallahu 'anhum, "Orang ini termasuk yang gugur dan barang siapa senang melihat seorang syahid berjalan di atas bumi, maka lihatlah Talhah."
Hal itu juga dikatakan Allah SWT dalam firmanNya: "Di antara orang-orang mukmin itu ada orang -orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah janjinya." (Al-Ahzaab: 23)
No comments:
Post a Comment